Jumat, 09 Mei 2014

Paradise!

Apa yang terlintas ketika mendengar kata "paradise"? Dulu, pertama kali menonton The Beach-nya Leonardo DiCaprio dengan setting tempat Pulau Phiphi di Thailand saya berpikir apakah mungkin saya bisa menemukan tempat seindah itu di Indonesia (saat itu saya masih di bangku SD). 

Minggu lalu saya berkesempatan mengunjungi Pulau Lombok bersama seorang teman. Sudah sekitar 1 bulan kita merencanakan perjalanan itu. Tempat tujuan awal adalah Bali, spesifikasinya Ubud untuk melihat sis lain Bali yang identik dengan pantai dan daerah Kuta-nya. Sampai H-3 minggu saya dan rekan berganti haluan ke Pulau Lombok dimana kita berdua belum pernah ke sana. Tiket dibeli, itenari disusun, kami pun berangkat.

Kami berangkat bertepatan dengan perayaan Hari Buruh Internasional (May Day). Dengan menggunakan Bus Damri dari pool Kemayoran, 45 menit kamu tiba di Soetta. Take off dari Jakarta tiba di Lombok Praya Int Airport sekitar pukul 20.30 WITA. Bersyukur ketika kami tiba si Lombok Bus Damri tujuan Senggigi sudah standby menunggu penumpang penuh. Berbeda dengan jadwal Damri di Jakarta yang berangkat setiap jam, di Lombok bus melaju ketika bangku sudah terisi penuh. Pukul 21.00 WITA bus meninggalakan airport dengan tujuan akhir Senggigi.

Jalanan di Lombok sudah bagus, dengan marka jalan dan aspal yang licin seperti di Jakarta. Karena kondisi sudah malam, tidak terlalu jelas pemandangan di luar, namun jalanan lancar tanpa hambatan. Kami harus pindah ke bus damri lain karena bus yang kami tumpangi tidak langsung ke Senggigi, ternyata oper mengoper penumpang lumrah juga di Lombok. Beruntung teman saya mencari informasi penunjuk jalan menuju hotel, karena jika tidak, kami sudah terbawa hingga pool damri di Senggigi, padahal hotel kami jauh letaknya dari sana.

Malam pertama kami menginap di hotel Bumi Aditya. Berbekal modal handphone dan agoda.com saya memesan 1 kamar untuk 1 malam. Saya tertarik dengan gambar dan fasilitas dengan harga yang cukup terjangkau. Kami harus berjalan sekitar 400 m dari jalan utama untuk sampai ke area hotel.


Fasilitas yang disediakan cukup memadai, double bed, wi-fi, air panas, AC dan LCD TV. Namun saya kamar kami tidak dapat menjangkau sinyal wi-fi dan TV sedang mengalami gangguan. Namun untuk saya cukup nyaman menginap di sini. Selesai mandi dan sedikit berberes, kami lanjutkan mencari makan malam sekaligus melihat Senggigi di malam hari. Pegawai hotel yang baik meminjamkan motor karena memang perjalanan ke jalan utama cukup jauh dan gelap (seram).

Daerah Senggigi merupakan salah satu tujuan wisata di Lombok. Di kiri dan kanan jalan penuh dengan penginapan, mulai dari bintang satu hingga resort mewah. Selain itu restoran dan bar juga banyak dijumpai di Senggigi. Namun berbeda dengan Legian dan pusat hiburan di Bali, Senggigi bisa dikatakan lebih sepi dan untuk saya, nyaman. Ada beberapa bar dengan Live Music, banyak turis asing, namun tidak terlalu banyak hilir mudik seperti di Bali. Happy cafe adalah yang paling ramai, dan menurut rekomendasi teman, itu yang paling hype. Benar saja, saya tidak mendapatkan tempat duduk di sana. Kami memutuskan untuk makan malam di bar sebelah yang lebih lenggang, Angel's Bar. Menu yang disajikan bisa diterima turis lokal maupun asing, hargapun bersahabat.

Hari ke dua & tiga akan kami habiskan untuk eksplorasi 3 Gili: Trawangan, Meno dan Air. Pukul 09.00 kami sudah bersiap untuk sarapan sekaligus check out. Untuk ke Gili Trawangan (tempat kami menginap) dari Senggigi kami harus menyebrang dengan kapal umum dari pelabuhan Bangsal. Ada beberapa alternatif lain seperti dengan Kapal Cepat dari Bangsal atau pelabuhan kecil, namun harganya bisa 3x lipat dengan Kapal Umum ini. Pukul 9.30 kami sudah dalam perjalanan dengan mobil hotel dengan dihitung harga per-orang. Selain dengan fasilitas hotel, ada angkutan umum seperti bus dan taksi, namun karena kami ingin berhenti di beberapa spot untuk melihat keindahan garis pantai Senggigi, kami rasa dengan kendaraan pribadi akan lebih nyaman. Dan ternyata benar saja. Kami berhenti di beberapa spot untuk mengambil foto. Pantai Senggigi dan Malimbu memang tidak bisa dilewatkan keindahannya.



Lombok dikelilingi oleh jajaran bukit dan pantai, tidak mungkin mata tidak bermanja oleh perpaduan hijau-biru dengan paparan awan seperti kapas. Infrastruktur yang terus dikembangkan pemerintah juga bisa terlihat. Setelah mengambil beberapa foto dan terkagum, kami lanjutkan perjalanan ke Bangsal. Sekitar 45 menit kami tiba di gerbang Bangsal. Sayangnya di depan kami diharuskan membayar "jatah" kepada kusir Cidomo (Dokar atau Andong versi Lombok) karena seharusnya mobil tidak boleh masuk, agar turis menumpang Cidomo. 

Pelabuhan Bangsal cukup ramai namun tidak seperti bayangan saya yang pernah ke Muara Angke, labuhan ini cukup bersih namun tetap ramai turis dan pedagang. Saya sempatkan membeli beberapa perlengkapan seperti Sunblock dan rokok karena menurut driver kami, Mas Wawan, di Gili harganya sedikit lebih mahal. Dengan berbekal tiket seharga belasan ribu, kami menunggu hingga kapal kami siap berlayar ke sebrang.


Sekitar 20 menit kami tiba di Gili Trawangan. Hati saya sudah berdebar begitu melihat pulau kecil dengan lalu lalang cukup banyak di depan sana, Gili di depan mata, dalam hati. Gili Trawangan merupakan Gili yang paling ramai diantara 3 kakak beradik Gili Meno dan Gili Air. Mengutip kata Guide lokal: Gili T untuk yang suka party, Gili Meno yang suka menyendiri, Gili Air untuk yang sama istri (bulan madu). Benar saja, Gili Trawangan ramai oleh turis asing, bikini, hot pants sudah menjadi pandangan sehari-hari. Bukan itu saja, slogan di Gili yang menarik buat saya adalah : No Polusi, No Polisi. Tidak ada kendaraan bermotor di Gili, dan tidak ada larangan pasal-pasal polisi di Gili. Kami memilih Gili Trawangan karena memang ingin menjajal kehidupan malam di Gili Trawangan yang terkenal pulau untuk berpesta. Kembali mempercayakan Agoda.com kami telah memesan kamar di Oasis Trawangan Hotel. Review yang saya baca bagus, fasilitas lengkap. Namun setelah kami sampai, ada satu kekurangan yaitu lokasi dari pusat Gili T. Berbekal informasi dari Guide lokal sekaligus penyewa sepeda, kami tidak mungkin ke sana dengan berjalan kaki sambil membawa backpack saya ini. Jadilah kami menyewa sepeda dan menuju ke Oasis. Dengan dibekali petunjuk dari Mas Agil sang local guide, kami mengayuh sepeda menuju ke arah dalam. Beruntung saya mengobrol dengan penduduk setempat, Raja, yang akhirnya berbaik hati mengantar kami bersepeda hingga ke depan hotel. Benar kata Agil, jika berjalan kaki saya rasa sudah menyerah sebelum sampai. Namun lelah bersepeda di bawah terik matahari terbayar, Oasis Trawangan memang bagai Oasis di padang pasir (karena suhu panas sekali saat itu)


Setiap bungalow terbuat dari kayu, dengan beranda dan kamar mandi semi-outdoor, single bed dengan kelambu (cocok untuk yang datang bersama pasangan), LCD tv dan dvd player, mini bar, handuk yang fluffy, swimming pool dan wi-fi. Karena letaknya tidak di bibir pantai, hotel ini dikelilingi pohon kelapa dan tenang. Jarak dari hotel ke pantai sekitar 100 m, dan menurut resepsionis, dalam 100 m itu kami akan menemukan sunset point yang paling bagus di Gili Trawangan, puji syukur. Kami beristirahat hingga pukul 16.00 untuk menuju ke sunset point sekaligus makan siang. Kami mendapatkan satu tempat makan di bibir pantai yang nyaman untuk menghabiskan waktu. Pada masa liburan musim panas menang Gili Trawangan memang penuh terisi oleh wisatawan asing, kebanyakan dari Eropa dan Australia.

Beberapa jam kami habiskan di sunset hut ini. Di sini turis banyak menghabiskan waktu sambil membaca, snorkeling, maupun sunbathing di tepi pantai. 
Jam 5.45 matahari sudah mulai turun ke cakrawala. Kami berjalan menyusuri pantai sambil mendorong sepeda. Bersepeda di Gili bisa jadi menyenangkan, namun kadang menyusahkan. Saya pribadi agak menghindari berpapasan dengan kuda dan Cidomo. 


Dan memang, apalah pantai tanpa sunsetnya :') 



Berpuas dengan memandang dan mengabadikan sinar jingga ketika matahari terbenam, kami kembali ke hotel untuk bersiap melihat Gili T di malam hari. Sekitar pukul 19.30 kami berjalan kaki menuju pusat Gili Trawangan untuk mencari pengganjal perut. Awalnya saya tertarik mencoba "food court" yang menjual berbagai jenis makanan dengan gerobak, tempatnya ramai penuh dengan turis yang bersantap. Namun rekan perjalanan saya keberatan, akhirnya kami pilih satu bar pinggir pantai. Menu yang ditawarkan juga pas dengan lidah lokal, namun harganya memang sedikit lebih mahal dibandingkan dengan Lombok. Selesai makan dan berbincang, kami memutuskan untuk menuju party point malam itu. Di Gili Trawangan, setiap weekend selalu ada pesta di pinggir pantai. Tempatnya bergilir. Kali hari Jumat, maka pesta di adakan di Bar Sama-sama. Bar yang mengusung aliran reggae. Darkmoon Party, itu sebutan pesta malam itu karena sedang tidak terlihat bulan. DJ set sederhana, bar yang dipenuhi turis dan bau bakar-bakaran rokok dan sejenisnya mengalir di udara tepi pantai. What a night!

Hari ke dua di Gili Trawangan kami padati dengan Hopping Gili Islands, yaitu snorkeling ke beberapa spot di sekitaran Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air. Kami sudah membeli tiket pada saat menyewa sepeda kemarin. Pukul 10.00 kami bersama sekitar 30 turis asing sudah di kapal menuju spot pertama. Di kapal itu hanya ada 5 orang lokal, saya dan rekan, 2 awak kapal dan 1 guide. Spot pertama adalah Gili Meno. Kami tidak merapat ke Pulau, hanya menikmati pemandangan lautnya dengan snorkeling. Sayang kami tidak memiliki kamera underwater. Pemandangan di Gili Meno indah dengan banyaknya coral dan ikan warna warni.

Spot ke dua masih di antara Gili Meno dan Gili Trawangan. Di spot ini kami melihat penyu besar di dalam laut. Sayang arusnya deras sekali, saya dan rekan memutuskan tidak berlama-lama di dalam air.

Spot terakhir di Gili Air. Buat saya, Gili Air adalah yang paling Indah. Pasir putihnya lebih lembut, gradasi airnya terlihat sekali, Gili Air is The Bomb!





Puas snorkeling di 3 Gili, begitu sampai di Gili T, kami lgsg mengayuh sepeda kembali ke hotel. Kami melewatkan sore hari dengan beristirahat. Malam hari kami menggunakan sepeda untuk kembali ke pusat Gili T untuk mencari makanan. Jiggy Jig's yang tepat berada di pusat menjadi piliahan kami. Dengan restoran dan Pub di atas, tempat ini cukup menyenangkan. Hanya saja angin malam di tepi pantai akan membuat santapan menjadi lebih cepat dingin. Malam terakhir di Gili rasanya begitu cepat. Kami menyelesaikan makan malam sambil sedikit bersedih karena besok malam kami tentu tidak lagi merasakan angin malam bertabur bintang di Gili.

Sekitar pukul 10.00 kami sudah di atas kapal umum untuk menyebrang ke Pelabuhan Bangsal kembali. Di sana Mas Wawan telah menanti untuk membawa kami berwisata di Lombok sambil menunggu flight pada jam 20.00 nanti. Ada beberapa tempat yang memang saya ingin kunjungi di Lombok. Sambil menuju ke beberapa pantai indah yang saya lihat referensinya, kami berhenti di beberapa tempat.





Selesai membeli oleh-oleh, tujuan utama saya di Lombok adalah beberapa pantai yang terkenal akan keindahannya. Dan benar saja. Sepanjang garis pantai di Kuta - Lombok begitu banyak pantai yang belum banyak dikunjungi. 






Pantai Lombok, Tanjung Aan dan Pantai Seger adalah 3 pantai yang sempat kami datangi. Masih banyak yang karena keterbatasan waktu belum bisa kami datangi. Kami kembali dengan perasaan senang namun sedikit sedih. Lombok merupakan versi asli The Beach buat saya, dan sambil menurunkan bagasi, saya berjanji akan kembali lagi :')








Tidak ada komentar:

Posting Komentar